Senin, 31 Oktober 2011

Memilih Tempat Memotong Hewan Kurban


Banyak alternatif memilih tempat untuk memotong hewan kurban. Tempat yang paling mudah tentu di lingkungan tempat tinggal kita sendiri. Namun hal ini jika terjadi hampir setiap tahun tentu kurang memeratakan pembagian hewan kurban. Apalagi jika kita tinggal di lingkungan masyarakat yang berada. Walhasil panitia kebanjiran hewan kurban sementara penerima sangat sedikit.

Kita mesti memikirkan dan memilih alternatif lain untuk menyalurkan hewan kurban. Misalnya saja memotong hewan kurban di kampung anggota keluarga yang tinggal di lingkungan masyarakat kurang mampu. Alternatif lain adalah mengirimkan kepada relasi kita yang tinggal di daerah. Dengan mekanisme transfer uang yang begitu mudah tentu ide ini sangat mudah dilakukan.

Pilihan lain adalah menyalurkan melalui lembaga2 yang mengkoordinir pemotongan hewan kurban di lokasi yang membutuhkan. Program mereka pun beraneka ragam sesuai dengan target dari lembaga pengelola. Berikut ini nama-nama lembaga penyalur kurban dan nama programnya:

1. Aksi Cepat Tanggap (ACT), Global Qurban, www.globalqurban.com

2. Dompet Dhuafa, Kurban Bukti Cinta, http://www.dompetdhuafa.org/2011/10/21/kurban-bukti-cinta/

3. Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), 1 bulu 1 kebaikan, http://www.1bulu1kebaikan.com/

4. Muhammadiyah, Lazismu, http://www.lazismu.org/

5. Al Azhar, Qorban by Request, http://www.alazharpeduli.com/index.php?menu=program&judul=qurban-by-request-

6. Hidayatullah, Qurban on line, http://peduli.hidayatullah.com/?p=122

Dan mungkin masih ada lembaga lain yang bergerak menyalurkan hewan kurban ke daerah yang lebih membutuhkan.

Kamis, 27 Oktober 2011

Mendambakan Haji Mabrur


Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA

Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji tentu berharap agar hajinya mabrur. Bagaimana tidak? Karena haji yang mabrur pahalanya sangat besar yaitu surga. Rasulullah saw bersabda, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya melainkan surga” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berbahagialah orang yang diberi kesempatan untuk mengerjakan ibadah haji dan memperoleh haji mabrur. Adakah yang lebih berharga daripada surga? Dunia beserta isinya tidak ada apa-apa dibandingkan dengan surga. Maka, tak heran bila umat Islam sangat berkeinginan untuk melaksanakan ibadah haji. Ongkos Naik Haji (ONH) yang tinggi tidak menyurut minatnya untuk menunaikan ibadah haji, karena mendambakan surga yang tak ternilai itu. Bahkan untuk berangkat haji, sebahagian mereka rela menjual atau menggadaikan harta bendanya, meskipun harus menunggu selama bertahun-tahun karena waiting list (daftar tunggu).

Namun, sangat disayangkan, bila niat yang mulia tersebut tidak diimbangi dengan bekal yang memadai yaitu ilmu manasik haji seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw.

Banyak orang yang berhaji tanpa mengetahui hukum-hukum haji, adab-adabnya, dan ajaran-ajaran Islam secara umum. Akibatnya, banyak amalan haji yang ternoda, tidak sempurna, bahkan mungkin batal karenanya. Oleh karena itu, haji yang dilaksanakan tidak berbekas pada pelakunya, walaupun telah melaksanakannya berkali-kali. Alih-alih ingin dapat haji mabrur, kesempurnaan pun tidak didapatkan.

Kiat Meraih Haji Mabrur

Haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah Swt. Menurut sebahagian ulama, haji mabrur adalah ibadah haji yang pengaruhnya terlihat bagi pelakunya, sehingga perilakunya berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Pendapat yang lain, haji mabrur adalah ibadah haji yang tidak dicemari dengan dosa. (Subulussalam, 2/283)

Untuk meraih haji mabrur, maka harus memenuhi persyaratan berikut:

Pertama, harus dilakukan dengan ikhlas. Dalam menunaikan ibadah haji, seseorang tidak ada tujuan lain selain mendapatkan ridha Allah Swt. Tidak menghendaki riya’ (pamer) agar dipuji orang atau mencari popularitas. Bukan pula untuk mendapat gelar “haji”, akan tetapi hanya mengharapkan ridha Allah Swt. Mengenai kewajiban ikhlas, Allah Swt berfirman, “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah Swt dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama...” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya suatu amal itu akan diterima dengan niat (ikhlas)...” (HR. Bukhari dan Muslim) Oleh karena itu, ikhlas merupakan syarat mutlak diterima suatu ibadah.

Syeikh Taqiyuddin berkata, “Seorang yang hendak melaksanakan ibadah haji wajib berniat untuk mengharapkan ridha Allah Swt, mendekatkan diri kepada-Nya, tidak bertujuan karena harta duniawi, atau untuk berbangga-banggaan, atau untuk mendapatkan gelar haji, atau karena ingin mendapatkan nama baik. Karena yang demikian menyebabkan amal menjadi batal dan tidak dierima disisi Allah Swt.” (Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, 4/3)

Kedua, melakukan ibadah haji sesuai dengan petunjuk (sunnah) Rasulullah saw dalam ibadah haji. Suatu ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk Rasul saw tidak akan diterima oleh Allah Swt. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu urusan agama yang bukan berasal dari petunjuk kami maka amalannya tersebut ditolak” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat yang lain,“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan berasal dari petunjuk kami maka amalannya tersebut ditolak” (H.R. Muslim).

Tatacara pelaksanaan ibadah haji telah dijelaskan dan dipraktekkan oleh Rasulullah saw dalam manasik haji beliau, dan kita diperintahkan untuk mengikutinya. Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku manasik (tata cara haji) kamu sekalian” (HR. Muslim dan Abu Daud).

Maka, kewajiban semua kaum muslimin meneladani Nabi saw, dengan melaksanakan manasik haji yang telah diajarkannya. Sebab, Nabi saw sebagai pengajar dan pembimbing manusia kepada kebenaran, yang diutus Allah sebagi pembawa rahmat bagi semesta alam dan sebagai hujjah atas semua manusia. Karena itu, Allah saw memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentaati Nabi saw (QS. Al-Hasyr: 7) dan menjelaskan bahwasanya mengikuti Nabi saw merupakan sebab seseorang masuk surga dan selamat dari neraka (QS. An-Nisa’: 13-14). Karena mengikuti Nabi saw adalah bukti kebenaran cinta seseorang kepada Allah (QS. Ali Imran: 31).

Ketiga, ibadah haji dibiayai dengan harta yang mubah, bukan haram. Biaya haji tidak boleh berasal dari harta riba, hasil penipuan, judi, pencurian, korupsi, atau lainnya yang merupakan perbuatan yang diharamkan. Akan tetapi harus dari harta halal. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima kecuali yang baik...” (HR. Muslim dan Tirmizi). Maka, harta yang baik (halal) merupakan syarat diterimanya ibadah.

Mengenai ini pula, Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang keluar bertujuan haji dengan nafkah yang baik (halal) dan ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya lalu menyeru, “Kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu”, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit “Ku sambut pula kamu dan kukaruniakan kepadamu kebahagiaan demi kebahagiaan. Bekalmu adalah halal, kendaraan yang kamu tunggani pun halal. Dan hajimu adalah mabrur, tidak ternoda oleh dosa.” Jika seorang itu keluar dengan nafkah yang buruk (haram) lalu ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya dan menyeru: “Kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu”, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit: “Aku tidak menyambutmu dan tidak pula aku karuniakan kebahagiaan demi kebahagiaan kepadamu. Bekalmu adalah haram, dan harta yang kamu nafkahkan pun haram kendaraan yang kamu tunggangi pun halal. Dan hajimu tidak lah mabrur.” (HR. At-Thabrani)

Keempat, meninggalkan maksiat dan hal-hal yang diharamkan pada waktu mengerjakan ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt, “..Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji pada (bulan-bulan) itu, maka janganlah ia rafats, berbuat fasik, dan jidal dalam (melakukan ibadah) haji..” (QS. Al-Baqarah: 197). Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa mengerjakan ibadah haji sedangkan dia tidak melakukan rafats dan berbuat fasik, maka dia kembali seperti hari dia dilahirkan ibunya.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah).

Menurut para ulama, rafats adalah melakukan senggama dan hal-hal yang mengarahkan kepadanya. Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat. Adapun jidal, ulama menafsirkan dengan perdebatan yang dilarang adalah semua perdebatan yang meyebabkan kegaduhan, mudharat kepada orang lain atau mengurangi ketentraman. Atau yang dimaksudkan adalah perdebatan yang menyerukan kepada kebatilan dan mengaburkan kebenaran.

Sedangkan perdebatan dengan cara yang baik untuk menjelaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan adalah perbuatan yang dibenarkan dalam syariat Islam dan tidak termasuk perdebatan yang dilarang ketika haji. Ketiga hal tersebut tidak membatalkan haji kecuali senggama yang dilakukan sebelum tahallul awal. Akan tetapi ketiganya mengurangi pahala haji, mengurangi iman dan melemahkannya. Maka, kewajiban setiap orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah menjauhi ketiga hal tersebut, karena mereka sedang melaksanakan perintah Allah Swt dan berkeinginan mendapatkan kesempurnaan.

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Adapun arti rafats adalah melakukan hubungan badan ketika sedang ihram dan hal-hal yang mengarah kepadanya, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat.

Maka siapa yang meninggalkan rafats dan perbuatan fasik dalam hajinya, maka diampuni semua dosanya, dan di antara perbuatan fasik adalah terus-menerus dalam kemaksiatan.

Siapa yang terus-menerus dalam kemaksiatan berarti dia tidak meninggalkan perbuatan fasik. Maka, ia tidak mendapatkan apa yang dijanjikan dalam hadits, “Barangsiapa yang haji dan dia tidak rafats, dan tidak berbuat fasik, maka dia kembali seperti hari ketika dia dilahirkan ibunya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Nasa’i dan Ibnu Majah). Sebab, hadits tersebut adalah seperti sabda Rasulullah saw, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya melainkan surga” (HR. Bukhari dan Muslim). (Fatawa-Fatawa haji dan umrah, hal. 34)

Syeikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “Orang yang mengerjakan haji hendaklah menjauhi rafats yaitu jima’ dan semua sebab dan motif yang mendorongnya, menjauhi tindakan fasik baik dalam bentuk kata-kata yang diharamkan seperti ghibah (mengumpat), namimah (mengadu-domba) atau dusta, maupun berupa perbuatan yang diharamkan seperti memandang wanita yang bukan mahramnya dan lain sebagainya.

Adapun jidal yaitu bertengkar dan berdebat dengan orang lain ketika menunaikan ibadah haji. Hal ini akan banyak mengurangi pahala haji, kecuali berdebat untuk mencari kebenaran dan menjauhi kebatilan, maka ini hukumnya wajib.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 3/747)

Tanda Haji Mabrur

Sejatinya, orang yang telah menunaikan ibadah haji sepulangnya ke tanah air, perilakunya menjadi lebih baik dari perilaku sebelumnya. Ia akan selalu menjaga dirinya dari maksiat dan dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Ia melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan kemampuannya. Ibadahnya pun semakin baik dan meningkat, baik dari kualitas dan kuantitasnya. Ia akan selalu menjaga shalat fardhu lima waktu secara berjama’ah. Ia memperbanyak shalat sunnat seperti shalat sunnat rawatib, dhuha, setelah wudhu, dan sebagainya. Begitu pula ia membaca Al-Quran setiap hari. Itulah tanda haji mabrur.

Menurut Syaikh Abdul azis bin Abdullah bin Baz, tanda haji yang mabrur adalah melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan semua kemaksiatan dengan tanpa sedikitpun terus-menerus dalam suatu perbuatan maksiat. Maka, kewajiban setiap muslim, baik yang sedang mengerjakan haji atau yang tidak adalah menghindari semua perbuatan maksiat dan bersegera taubat kepada Allah dengan meninggalkan semua perbuatan maksiat untuk tidak mengulangi lagi karena mengagungkan Allah dan berkeinginan mendapatkan apa yang ada di sisi-Nya. Dan diantara bentuk taubat yang sempurna, yaitu jika kesalahannya berkaitan dengan manusia, maka ia harus mengembalikannya kepada orang yang berhak atau minta dihalalkan olehnya.

Allah berfirman, “...Dan bertaubatlah kepada Allah kamu semua wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31) Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya..” (QS. At-Tahrim” 8) (Fatawa-Fatawa haji dan umrah, hal. 35)

Imam Nawawi berkata, “Menurut pendapat yang shahih dan masyhur, yang dimaksud dengan mabrur adalah tidak dicemari dengan dosa. Ciri-cirinya, buah kemabruran tampak pada dirinya, seperti perilaku setelah melaksanakan ibadah haji jauh lebih baik dari perilaku sebelum haji.” (Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, 4/5)

Sebagai penutup, untuk meraih haji mabrur, setiap orang yang mengerjakan haji wajib mengetahui dan mengamalkan manasik haji sesuai petunjuk al-Quran dan Sunnah Rasul saw. Selamat menunaikan ibadah haji. Semoga memperoleh haji mabrur. Amin..!

Penulis adalah dosen IAIN Ar-Raniry, Ketua bidang Dakwah Dewan Dakwah Aceh, & anggota Komite Penguatan Aqidah & Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) kota Banda Aceh

Sumber : http://www.hidayatullah.com/read/19321/13/10/2011/mendambakan-haji-mabrur.html


Senin, 17 Oktober 2011

Menghajikan Orang yang Sudah Meninggal


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangka, Syaiful Zohri, menyatakan berdasarkan pendapat para ulama yang mengatakan boleh menghajikan orang lain, dengan syarat bahwa orang tersebut telah meninggal dunia dan belum melakukan ibadah haji, atau karena sakit berat sehingga tidak memungkinkannya melakukan ibadah haji namun dari segi materi ia mampu.

"Untuk menghajikan orang yang sudah meninggal atau orang yang sudah sakit keras tidak bisa berjalan jauh boleh, namanya haji badal artinya haji mengantikan orang lain. Apalagi orang yang sudah meninggal dunia itu sudah berniat naik haji, tetapi yang orang yang menghajikan itu syaratnya sudah melaksanakan ibadah haji. Sebaiknya dilakukan oleh pihak keluarga, tetapi bisa juga dilakukan orang lain yang dipercaya yang sudah biasa menunaikan ibadah haji untuk orang yang meninggal ini," jelas Syaiful kepada bangkapos.com, Kamis (30/06/2011) di kantor Kementerian Agama Kabupaten Bangka.

Untuk biaya haji badal ini menurutnya tergantung ijab kabul atau kesepakatan dengan pihak yang menghajikan. Biasanya untuk haji badal ini kalau tidak dilakukan pihak keluarga yang sudah berhaji bisa minta bantuan orang Indonesia yang tinggal di Mekkah atau orang Arab yang memang sudah biasa melakukan haji badal ini.

"Nanti bagaimana kesepakatan dengan pihak yang menghajikan. Biasanya tergantung ada yang Rp 4 hingga Rp 5 juta. Nanti dari sini dititipkan nama jelas dan foto orang yang akan dihajikan kepada orang akan menghajikannya. Foto itu nanti berguna sebagai sertifikat hajinya," kata Syaiful menjabat sebagai Kasi Urusan Umroh dan Haji Kementerian Agama Kabupaten Bangka.

Penulis : nurhayati
Editor : ismed
Sumber : bangkapos.com

Rabu, 12 Oktober 2011

Vaksin Meningitis Minimal 2 Minggu Sebelum Berangkat Haji


Jakarta, Salah satu vaksinasi yang harus dilakukan calon jemaah haji adalah untuk mencegah meningitis. Vaksinasi ini sebaiknya dilakukan minimal 2 minggu sebelum berangkat haji agar antibodinya sudah terbentuk.

"Paling lambat 2 minggu sebelum berangkat karena antibodi terbentuk 2 minggu setelah disuntik. Jadi jangan sampai sudah disana tapi antibodi belum terbentuk," ujar Dr dr Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM dalam acara simposium awam PAPDI Sehat Fisik dan Jasmani Selama Ibadah Haji di Aula FKUI, Jakarta, Selasa (13/9/2011).

Dr Iris menuturkan waktu pemberian vaksinasi meningitis ini disuntikkan di area deltoid SK (lengan kanan atas) dengan dosis tunggal 0,5 ml. Hal ini karena penyakit tersebut bisa menular akibat kontak langsung atau melalui 'carrier'.

"Vaksin ini bisa diberikan berbarengan dengan vaksin influenza, biasanya vaksin meningitis di lengan kanan atas dan vaksin influenza di lengan kiri. Vaksin meningitis ini bisa memberikan kekebalan hingga 3 tahun sedangkan vaksin influenza hanya 1 tahun," ungkapnya.

Vaksin meningitis ini diberikan bagi calon jemaah haji untuk mencegah bakteri meningitis yang masih menjadi endemis di beberapa negara. Umumnya dikenal dengan African Meningitis Belt yang berasal dari daerah sub-sahara Afrika.

Meningitis meningokokus adalah peradangan selaput otak dan selaput sumsum tulang belakang yang akut, kondisi ini disebabkan oleh bakteri gram negatif yang berkembang pada suhu panas atau dingin dengan kelembaban rendah.

Gejala atau tanda yang muncul adalah panas mendadak, mual, muntah, adanya ruam di kulit, nyeri pada kepala, fisik menjadi lemah bahkan hingga kesadaran yang menurun atau koma.

Pemberian vaksin meningitis ini menjadi syarat wajib dari pemerintah Arab Saudi bagi semua calon jamaah haji. Untuk di Indonesia pemberian vaksin meningitis merupakan tahap terakhir dari proses pemeriksaan kesehatan bagi calon jamaah haji.

"Calon jemaah yang sudah divaksin ini akan diberikan kartu kuning dan kekebalannya bisa hingga 3 tahun, jadi kalau tahun depan mau umrah tidak perlu vaksin meningitis lagi," ujar Dr Iris yang juga pengurus besar Peralmuni (Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia).

Sumber : http://www.detikhealth.com/read/2011/09/13/165138/1721557/763/vaksin-meningitis-minimal-2-minggu-sebelum-berangkat-haji

Rabu, 05 Oktober 2011

Pemerintah Persingkat Jarak Pemondokan Haji 2011


Jumat, 16 September 2011 08:51 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG – Calon jamaah haji Indonesia tahun ini boleh sedikit lega karena pemerintah telah mempersingkat jarak pemondokan haji dengan jarak terjauh dari Masjidil Haram hanya 2.500 meter.

"Dibandingkan tahun lalu, dari segi pemondokan pada 2011 jauh lebih baik, karena jarak paling jauh hanya 2.500 meter dari Masjidil Haram. Sedangkan pada 2010 jarak terjauh mencapai 4.000 meter," kata Direktur Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama, Zainal Abidin Sufi, Kamis (15/9).

Menurut Zainal, dengan adanya pemendekan jarak sejauh 1.500 meter tersebut, jamaah dapat lebih mudah mengakses Masjidil Haram karena jaraknya lebih pendek. Namun bagi jamaah yang pemondokannya berada di wilayah Mabakhin tetap disediakan fasilitas bus untuk menuju Masjidil Haram karena harus melewati terowongan.

Sedangkan untuk pemondokan di luar wilayah Mabakhin yang jaraknya kurang dari 2.000 meter tidak disediakan fasilitas transportasi karena dapat diakses dengan berjalan kaki. "Sementara bagi jamaah yang lokasi pemondokan dengan jarak di atas 2.000 meter, pemerintah tetap menyediakan transportasi namun jumlahnya hanya tujuh persen dari total seluruh jamaah," jelas Zainal.

Di sisi lain, pemerintah juga mensubsidi biaya penyelengaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2011 senilai Rp 1,32 juta atau setara dengan 550 real Saudi per jamaah yang digunakan untuk menutupi kelebihan pembayaran tempat penginapan. Karena biaya sewa tempat penginapan di Makkah rata-rata per jamaah mencapai 3.700 real Saudi, sedangkan plafon yang ditetapkan 3.150 real, maka pemerintah mensubsidi kelebihan biaya tersebut per jamaah senilai 550 real.

Zainal menyebutkan, total jamaah yang disubsidi berjumlah 201.000 orang. "Konsekuensi dari hal itu pada tahun ini tidak ada pengembalian sisa uang kepada jamaah sebagaimana tahun 2010 lalu," kata dia.

Dengan tidak adanya pengembalian diharapkan tidak akan menimbulkan pertanyaan di antara sesama jamaah yang bisa menjadi masalah.


Redaktur: cr01
Sumber: Antara

Sumber link : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/umroh-haji/11/09/16/lrleht-pemerintah-persingkat-jarak-pemondokan-haji-2011

Senin, 03 Oktober 2011

Jemaah Calon Haji Kloter 1 Diberangkatkan


Metrotvnews.com, Tangerang: Menteri Agama Suryadharma Ali melepas kelompok terbang (kloter) pertama jamaah haji 2011 di terminal tiga Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Ahad (2/10). Kloter pertama berjumlah 455 orang dari Jakarta Selatan. Di hari yang sama kloter pertama juga berangkat di Aceh, Palembang, Solo, Surabaya, dan Makassar.

Kloter pertama yang berjumlah 455 orang itu berangkat dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia Airlines. Pesawat lepas landas pukul 10.00 WIB. Saat melepas jamaah, Menag Suryadharma Ali berpesan kepada jamaah untuk fokus pada ibadah haji, dan tidak banyak membuang waktu di tempat perbelanjaan serta menjaga nama baik jamaah haji Indonesia.

Di tempat lain, ratusan jemaah calon haji kloter pertama Balikpapan, Kalimantan Timur, juga diberangkatkan. Jamaah dilepas bersama-sama dengan calon haji dari Kabupaten Malinau yang tergabung dalam kloter satu Embarkasi Haji Batakan, Balikpapan.

Menurut Kepala Kemenag Kota Balikpapan Saifi, jemaah calon haji asal Balikpapan di kloter satu berjumlah 320 orang. Namun yang dapat berangkat hanya 318 orang, ditambah dengan lima orang petugas sehingga berjumlah 323 jemaah.

Rombongan jamaah calon haji diberangkatkan menuju Jeddah, Arab Saudi, melalui Bandara Sepinggan, Balikpapan, Ahad pagi. Acara pelepasan jemaah calon haji menuju dilakukan oleh Sekretaris Daerah Kota Balikpapan Sayid Fadli.(DSY)

Sumber : http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/10/02/137030/Jemaah-Calon-Haji-Kloter-1-Diberangkatkan